Catatan Mommy Ossas
sepulang kelas literasi digital
Sisternet Palembang dan Blogger
Crony Community.
***
Meski begitu, sama seperti semua ibu zaman now, saya juga kepo maksimal dengan jawaban pertanyaan yang jadi judul postingan ini. Selain bermanfaat untuk anak-anak didik saya di sekolah, bisa sekalian sebagai persiapan kalau nanti punya anak sendiri.
Beruntung banget bisa ikutan kelas literasi digital bareng persembahan XL Axiata melalui program Sisternet Palembang yang bekerja sama dengan Blogger Crony Community Sabtu (14/9) lalu di Loggo House Palembang.
Kelas ini benar-benar mengupas tuntas soal anak dan gadget dengan menghadirkan Tsurayya Syarif Zain, SPd.I, S.Psi, MA selaku pembicara. Nah, narasumber yang biasa disapa Mbak Aya ini adalah dosen Psikologi, konselor, sekaligus Praktisi Pendidikan & Parenting.
Melarang Penggunaan Gadget Tak Lagi Relevan
Tak bisa dipungkiri, gadget sudah jadi bagian kehidupan masa kini. Melarang menggunakan gadget sama saja mundur dari peradaban.
Mbak Aya mengungkapkan, gadget atau gawai di masa sekarang ibarat sebilah pisau. Satu sisi memang bisa berbahaya --terutama bagi anak di bawah umur--, namun juga banyak sisi positifnya yang bermanfaat, seperti :
• media pembelajaran yang efektif
• membuka peluang bergabung dengan komunitas yang positif
• pengayaan kompetensi dan kreativitas
Namun tentu saja kita tidak serta merta menutup mata akan dampak negatifnya. Sebut saja kemungkinan terpapar pornografi, kecanduan, berkurangnya fungsi motorik tubuh, hingga terganggunya zona privasi.
Dalam hal ini, khusus anak di bawah umur, penggunaan gadget memang harus tetap didampingi oleh orang tua. Jangan sampai berlebihan, apalagi mengakibatkan kecanduan.
Kapan Anak Boleh Punya Gadget Sendiri?
Sampai akhir acara, tidak ada jawaban pasti yang saya peroleh atas pertanyaan ini. Masing-masing dikembalikan lagi pada kebijakan orang tua dan keluarga masing-masing.
Meski demikian, ada rambu-rambu yang mungkin bisa membantu para orang tua mencari waktu terbaik untuk membolehkan anak memiliki gadget sendiri, yakni :
1. Pembatasan
Meski anak boleh-boleh saja dikenalkan pada gadget sedini mungkin (sekali lagi, karena memang sudah zamannya demikian), pembatasan adalah sebuah keharusan. Batasi waktu anak dalam menggunakan gadget sesuai umurnya. Jika anak sudah bisa diskusi, ajak dia menentukan durasi dan waktu yang disepakati. Misal satu jam di akhir pekan.
Dalam hal ini, pastikan Anda konsisten dalam menerapkan aturan. Jangan lupa diskusikan juga konsekuensi yang didapat jika melanggar.
2. Pengawasan
Menurut undang-undang, seseorang yang belum mencapai usia 18 tahun masih dikategorikan sebagai anak. Artinya, orang tua masih bertanggung jawab penuh, dalam hal ini termasuk melakukan pengawasan dalam setiap aspek kehidupannya. Termasuk gadget yang dia “miliki”.
Untuk anak-anak yang masih kecil, pengawasan mungkin bukan masalah besar. Namun untuk anak yang lebih besar (remaja), hal ini seringkali menjadi dilematis karena anak sudah mengerti apa itu privasi. Orang tua tidak bisa seenak udel “merazia” ponsel anaknya sekalipun berhak, karena akan melukai perasaan anak.
3. Perhatikan Kematangan Emosional Anak
Banyaknya umur atau besarnya fisik bukan jaminan anak matang secara psikis dan emosional. Dalam hal ini, memang hanya orang tua sendirilah yang bisa menilai seberapa matang anak-anaknya.
Gadget dan ketidakmatangan emosional seseorang sama sekali bukan kombinasi yang baik. Kita tentunya sepakat, gadget --terutama jika sudah terhubung dengan internet bisa menjadi sangat berbahaya. Cyberbullying, pornografi, pelanggaran privasi, dan sederet kejahatan serta hal negatif lainnya bisa ditemukan dalam genggaman.
Pastikan anak sudah matang secara emosional sebelum memiliki gadgetnya sendiri.
Calon ibu terbaik masa depan 😹 |
Berdasarkan 3 rambu di atas, saya memutuskan untuk memberi anak saya nanti gadget sendiri jika dia terbukti :
- Bertanggung jawab atas dirinya sendiri, salah satunya dengan mampu mengikuti jam batasan yang selama ini diterapkan
- Memiliki hidup berkualitas, dalam hal ini mampu menikmati waktu dan kehidupannya di luar gadget, dan seimbang pula antara dunia dan akhirat)
- Bisa membangun komunikasi yang terbuka dan dilandasi kepercayaan terhadap orang tuanya. Sehingga jika menemui hal-hal yang tidak diinginkan, dia sudah terbiasa bercerita
- Matang secara emosional. Dia masih ngamuk kalau nggak dikasih ponsel? Masih maksa harus dibelikan smartphone tipe ini atau itu? BIG NO! Dia harus mampu mengontrol dirinya sendiri sebelum diberi kepercayaan penuh pada gadget.
- Nilai plus jika dia mampu memanfaatkan gadget untuk menaikkan nilai dirinya (mengasah bakat seni, belajar bahasa, berbisnis, mencari uang, dll).
Jika anak belum memenuhi standar saya ini, maka saya hanya sebatas mengenalkan atau memberinya kesempatan untuk menggunakan, namun tidak untuk memilikinya sendiri.
Terima Kasih Sisternet dan Blogger Crony Community
Ferdinand Oktavian selaku Head of Sales XL Axiata Greater Palembang didampingi Astri Mertiana selaku Sisternet Partnership Management XL Axiata mengatakan, sejak diluncurkan 4 tahun lalu atau pada tahun 2015, Program Sisternet telah menjadi pelopor dalam memprakarsai solusi untuk berbagai masalah sosial yang sering dihadapi oleh wanita, termasuk para ibu.
“Diperlukan pengetahuan, pemahaman dan keahlian untuk melakukan pengawasan. Parenting Festival seperti ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi orang tua untuk memahami pentingnya adaptasi dengan pesatnya perkembangan teknologi saat ini,” kata Astri.
Agenda ini juga jadi ajang ngumpul para blogger Palembang sekaligus meet perdana saya dengan Mbak Wawa alias Wardah Fajri, yakni Owner Digital Kreativ Hub & Pendiri Bloggercrony Community.
Sayang waktu beliau di Palembang mepet banget, jadi nggak sempat ngobrol banyak. Well, tetap thank you banget lho, Mbak, sudah diundang ke acara kece macem ini. Ilmunya dapet, fun-nya dapet … masih dapet bonus hadiah Tumblr dan pulsa XL pula karena menang kuis 😉
Sampai jumpa lagi lain waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar