Cerita Kusta, Stigma, dan Upaya Atasinya
(Pict : World Health Organization)
*
Main saya kurang jauh ternyata. Saya pikir kusta atau lepra, penyakit kulit yang udah ada sejak jaman Alkitab ini udah tinggal butiran debu. Nyatanya enggak. Masih banyak aja lho pengidapnya. Indonesia bahkan jadi 3 besar negara di dunia penyumbang kasus baru terbanyak,yakni mencapai 17 ribu kasus per tahun. Wah.
Mirisnya, banyaknya jumlah kasus kusta tersebut diperparah stigma yang kadung mendarah daging di masyarakat. Penyakit kusta dianggap sebagai penyakit menular yang sangat ganas, sehingga pengidapnya kerap dikucilkan. Bukan cuma dijauhi, namun terkadang sampai dipecat dari pekerjaan.
Stigma negatif terhadap pasien kusta ini menjadi efek domino yang menyebabkan 4 aspek kesehatan lainnya akan terganggu. Mulai dari sakit mental karena pasien akan tertekan, berlanjut ke sakit sosial karena pasien akan cenderung mengurung diri dan enggan bersosialisasi, lalu merembet ke sakit ekonomi karena pasien tidak bisa bekerja. Dan yang terburuk tentunya adalah sakit spiritual karena semua stigma tersebut juga mengisolasi pasien untuk datang ke tempat-tempat ibadah dimana kebutuhan rohani dan spiritual biasanya terpenuhi.
Jelaslah masalah stigma terhadap penyakit kusta ini bukan perkara sepele dan tentunya perlu perhatian khusus untuk menanganinya. Hal ini dipaparkan dengan apik oleh Dr. Flora Ramona Sigit Prakoeswa dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) dalam webinar bertajuk "Kolaborasi Pentahelix untuk Atasi Kusta" yang saya ikuti bersama rekan-rekan blogger belum lama ini.
Blogger Crony Community |
Menurut Dr. Flora, diperlukan kolaborasi pentahelix atau multipihak dimana unsur pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, serta media bersatu dan berkomitmen bersama untuk mengatasi kusta. "Sebab tidak bisa mengandalkan pihak medis saja untuk mengatasi stigma terhadap kusta ini. Kami tidak bisa bergerak sendiri, harus ada pihak-pihak lain yang mendampingi," jelas Dr Flora.
Dalam kesempatan tersebut, Dr Flora menegaskan bahwa kusta sebetulnya adalah penyakit menular yang paling tidak menular. Kusta dapat menular jika seseorang terkena percikan droplet dari penderita kusta secara terus-menerus dalam waktu yang lama. "Bakteri penyebab lepra tidak dapat menular ke orang lain dengan mudah. Selain itu, bakteri ini juga membutuhkan waktu lama untuk berkembang biak di dalam tubuh penderita. Dengan fakta ini, sebetulnya masyarakat tidak perlu takut berlebihan atau menjauhi pasien sedemikian rupa," beber Dr Flora.
Screenshot Webinar |
Masih dalam webinar yang sama, narasumber kedua yakni Wisnu Saputra, S.H, S.IKom selaku jurnalis sekaligus ketua bidang organisasi PWI Kab Bandung menjelaskan bahwa media juga aktif terlibat dalam Kolaborasi Pentahelix untuk Atasi Kusta karena punya peranan penting, yakni mengedukasi masyarakat dan menyebarkan informasi seluasnya. Dengan demikian, masyarakat tidak lagi terpapar informasi yang keliru terkait kusta. "Kalau sudah mendapat informasi yang benar dan teredukasi, diharapkan masyarakat tidak lagi termakan stigma," ungkapnya
Wisnu menambahkan, di era digital seperti sekarang, peran media tidak hanya terbatas pada media-media mainstream namun juga bisa dilakukan oleh masyarakat biasa termasuk citizen journalist, blogger, dan influencer. "Langkah paling simpel yang bisa dilakukan adalah meneruskan informasi yang didapat. Secara tidak langsung, itu akan mengedukasi masyarakat lewat follower masing-masing," kata Wisnu.
Dengan demikian, tidak ada alasan untuk tidak terlibat dalam mengatasi kusta di negeri ini. Sekecil apapun peranmu, tetap akan berdampak pada eliminasi stigma kusta di Indonesia. Dan jika itu sudah kompak dilakukan semua pihak, hanya tinggal perkara waktu bahwa penyakit kusta akan benar-benar lenyap karena semua pasiennya sudah tertangani dan diterapi dengan baik.
Punya pengalaman soal penyakit kusta, atau punya kenalan dan saudara yang sakit kusta? Yuk share di kolom komentar.
Salam dari Jogja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar