Menu

Parentwins : Aya-Sae, Si Kembar yang Mengubah Hidupku

 Parentwins, it's a blessing to be parents of twins

Aya Sae, Si Kembar yang Mengubah Hidupku

Catatan harian tentang Aya Sae, si kembar yang mengubah hidupku, di hari ulang tahun pertamanya.


Aku pernah sangat takut punya anak. Bukan cuma karena kondisi mentalku yang tidak terlalu bagus dan tidak yakin akan mampu mengemban tanggung jawab sebagai ibu,namun juga karena sebuah “firasat”.

Aku lupa kapan persisnya, namun saat masih remaja kisaran SMP, aku punya feeling dan keyakinan aneh bahwa kalau aku punya anak suatu saat nanti, anakku akan “istimewa”. Entah apa spesifiknya istimewa ini, tapi yang jelas tidak-akan-seperti-anak-biasa-pada-umumnya.

Semakin hari, keyakinan itu semakin kuat. Sayangnya, aku sama sekali tidak berpikir kalau istimewa itu adalah sesuatu yang menyenangkan seperti anak kembar. Sebaliknya, rekam jejak perjalanan hidupku yang cukup brengsek membuatku lebih mudah untuk berpikir buruk ke Tuhan dan masa depan. Bertahun-tahun aku memendam ketakutan kalau calon anakku akan jadi semacam disabilitas, berkebutuhan khusus atau malah mengidap suatu penyakit langka yang bakal sulit banget treatement-nya.

Aku takut sekali. Memangnya siapa yang ingin punya anak kalau cuma bakal menderita begitu menjalani hidup di dunia ini? Untuk orang-orang yang terlahir normal saja, bumi yang ini menurutku masih mengandung terlalu banyak ketidakadilan di dalamnya. Apalagi untuk mereka yang spesial. Tidak. Aku takut. Aku tidak akan sanggup melihat anakku kelak menderita.

Ah, kalau dipikir sekarang lucu ya. Aku bahkan sudah sangat mencintai anakku jauh sebelum memilikinya. Bahkan jauh sebelum aku menikah.

Makanya, ketika sudah menikah dan akhirnya memutuskan mau punya anak pun, aku tetap butuh waktu lebih untuk mempersiapkan diri. Jadi selain poin-poin yang kusebutkan dalam tulisan "Udah Siapkah Lepas Kondom?" ini, secara spesifik aku memang sekaligus mempersiapkan diri untuk menerima kenyataan kalau misalnya kelak anakku tak sesempurna yang diharapkan. 

Jadi waktu akhirnya aku dan Nugi bersepakat melepas kondom saat kami berlibur di 3 negara (Singapore-Vietnam-Malaysia) pada pertengahan 2022 silam, aku sudah di titik sangat siap bahkan jika harus melahirkan anak berkebutuhan khusus.


Aya Sae Nyaris Digugurkan!

Sayang kesiapanku itu sepertinya baru sebatas teori. Aku rupanya belum sesiap itu ketika langsung dinyatakan hamil hanya selang beberapa minggu sepulangnya kami liburan. Ya, terakhir aku menstruasi waktu itu adalah saat masih di Vietnam. 

Meski tidak tahu kapan persisnya pembuahan Aya Sae terjadi, aku meyakini adalah di seputar waktu kami berlibur di Malaysia. Saat itu aku punya ketertarikan aneh dengan KLCC Suria Park. Kami sampai bolak-balik ke sana demi bisa memandangi Petronas Twin Towers sepuas-puasnya.

Petronas Twin Towers



Nah, sepulang kami kembali ke Indonesia, badanku mulai tidak enak. Cuma saat itu tersamar dengan rasa lelah khas pulang traveling. Namun perasaan badan ga keruan itu tak mereda, bahkan makin parah setiap harinya.

Saat ibadah di gereja pada suatu minggu di bulan Agustus, aku pun pingsan.  Namun lagi-lagi aku hanya merasa seperti masuk angin (versi lebih parah saja). Aku sama sekali tidak berekspektasi akan langsung hamil di percobaan pertama. Justru Nugi lah yang pertama meyakini bahwa aku tengah berbadan dua.

Dikira masuk angin, ternyata berbadan dua

Benar saja, hasil testpack-ku sudah mulai muncul dua garis merah samar. Namun karena memang belum waktunya jadwal haidku, aku masih denial. Barulah ketika aku benar-benar "telat", kami memutuskan periksa kehamilan ke dokter Sp. OG.

Confirmed. Dari hasil USG pertama, dokter bilang aku hamil dengan usia kandungan sekitar 6 minggu. Sama seperti hampir semua ibu di dunia, aku sempat larut dalam euforia menyambut kehamilan pertama. Aku bersukacita mengabari mama dan mertuaku.

Sayangnya, euforia itu hanya bertahan 2 minggu saja. Menginjak kehamilan 8 minggu, hari-hari bak neraka pun dimulai. Morning sickness yang kualami benar-benar menggila. Dalam sehari aku bahkan bisa muntah sampai 12 kali sehari. Hari demi minggu, bukannya makin bertambah, berat badanku justru menyusut. Bahkan sampai 8 kg. Pusing, mual, muntah, nyeri sekujur badan adalah makanan sehari-hari.

BB menyusut hingga 8 kg


Aku "lumpuh". Tidak mampu beranjak dari tempat tidur. Aku sampai opname karena sudah dehidrasi parah. Dokter bilang hyperemesis gravidarum atau muntah berlebihan saat hamil. Bisa berbahaya bagi janin dan ibu hamil jika tidak ditangani karena tidak ada asupan yang masuk ke tubuh.

Puncaknya, di satu hari pada bulan September 2022, aku bilang ke Nugi kalau aku  sudah tidak sanggup dengan kehamilan ini. Aku sudah tidak bisa berbahagia lagi saking beratnya "penderitaan"ku. Aku ingin menyerah dan tidak mau meneruskannya.

Aku paham teori bahwa trimester pertama memang berat. Aku bahkan sudah mempersiapkan diri menghadapi morning sickness seperti yang banyak diceritakan orang-orang. Namun tubuhku memberontak. Hatiku menjerit.

Hatiku sakit ketika orang-orang, bahkan sekelas nakes di puskesmas pun menyepelekan kesakitanku. Enteng sekali mulut mereka berkata, "Semua orang hamil memang begitu. Nikmati saja. Jangan manja!"

Kata-kata itu membuatku membenci diriku sendiri (lagi). Membuatku percaya bahwa aku hanya lah perempuan manja. Perempuan lemah yang langsung takluk "hanya" oleh morning sickness. Meski sesuatu yang sangat jernih jauh di lubuk hatiku bilang, yang kurasakan memang berlebihan. Jauh lebih berat dari apa yang seharusnya kutanggung. 

Aku merasa kehamilan yang kujalani itu tidak adil untuk diriku sendiri. Aku tidak seharusnya semenderita itu "hanya" karena hamil muda. Makanya, dalam kesakitan, kelelahan dan ketidakberdayaan ekstrem itu, aku memutuskan untuk menyerah pada kehamilan ini. Di titik itu, perasaan bahwa aku tengah mengandung anak "istimewa" semakin besar. Kehamilan normal yang sehat tidak akan membuatku sesakit itu. 

Namun aku juga tahu, bahwa janin dalam kandunganku bukan hanya milikku. Ada separuh "hak" Nugi di dalamnya. Makanya aku bilang ke Nugi. Minta izinnya untuk mengakhiri kehamilan ini.

Nugi, dengan rasa cintanya yang sangat besar terhadapku, sama sekali tidak menganggapku gila karena punya keinginan seperti itu. Dia paham istrinya ini adalah wanita tangguh yang tidak mudah menyerah dengan apapun yang sudah dimulainya. Istrinya adalah perempuan yang cukup ekspert dalam menanggung rasa sakit. Kalau seorang Ara, istri Nugi ini sampai memutuskan menyerah, artinya segalanya memang sudah tak tertahankan lagi.

Nugi saat itu bilang padaku, bahwa dia mengerti kesakitanku bahkan memaklumi mengapa aku sampai berpikir untuk mengakhiri kehamilan. Dia juga bilang kalau dia mulai sama tidak bahagianya dengan kehamilanku itu saking tidak tahannya melihatku menderita setiap hari. Kata Nugi, dia akan mendukung keputusanku sepenuhnya kalau memang harus mengakhiri kehamilan. Kata Nugi, kebahagiaanku jauh lebih penting ketimbang hadirnya seorang anak.

Tapi Nugi bilang juga, bahwa Tuhan yang kami kenal bukanlah Tuhan kejam yang akan dengan sengaja atau sekadar iseng membuatku kelewat kesakitan. Pasti ada maksud Tuhan kenapa aku harus mengalami hal tidak mengenakkan seperti itu. Masalahnya hanya kami belum mengerti maksud Tuhan itu. 

Nugi, ketika memintaku bertahan 1 minggu lagi


Jadi Nugi meminta waktu 1 minggu untuk mencari tahu kehendak Tuhan. Dia akan melakukan doa puasa untuk mendapat jawabannya. Doa puasa ini apa ya,  mungkin kalau di keyakinan Islam semacam Shalat Istikharah. Sebuah upaya ibadah khusus untuk "menggedor" langit demi memohon petunjuk dari Tuhan. 

Nugi akan berpuasa dengan hanya makan satu kali saja sehari. Waktunya akan lebih banyak dipakai untuk berdoa.  Jadi, dia memohon dengan sangat agar aku bertahan dengan kehamilan ini satu minggu lagi saja. Nugi berjanji hanya satu minggu saja. Aku harus bertahan.

Jika dalam satu minggu itu kami tidak dapat jawabannya, maka kami sepakat akan menyerah pada kehamilan ini. Aku tidak tahu bagaimana caranya. Aku dan Nugi rasanya juga tidak sampai hati kalau sengaja mau menggugurkan atau aborsi.

Tapi dalam pikiran sederhanaku saat itu, kalau aku sengaja tidak lagi terlalu peduli dan tidak benar-benar menjaga kehamilan ini karena sudah tidak menginginkannya lagi, rasanya si janin akan melemah dan tidak akan bertahan dengan sendirinya. 

Dalam segala kekalutan itu, aku masih percaya bahwa Tuhan yang kami kenal adalah Dia Yang Maha Baik dan Maha Kasih. Dia akan memaklumi segala kelemahanku ini.


Dia Yang Maha Mendengar dan Menjawab Doa

Nugi meminta waktu satu minggu untuk doa puasa. Dalam tenggang waktu itu, aku bertahan dengan sekuat tenaga tersisa. Aku berusaha tetap makan meski hanya berakhir dimuntahkan lagi. Tapi kondisiku memburuk dengan cepat. Mamaku sampai menyusulku ke Jogja dari Palembang demi menjagaku yang semakin melemah, karena bagaimana pun, Nugi masih harus membagi waktu untuk bekerja.

Namun rupanya belum sampai 1 minggu, tepatnya hanya berselang 3 hari saja sejak kami memutuskan "menggeruduk" Tuhan demi mendapat jawaban atas semua pergumulan kami, Dia pun menjawab semua seruan doa dan air mata yang sudah  kami habiskan.

Hari itu, bertepatan dengan jadwal kontrolku di akhir trimester 1, dokter kandunganku berseru senang saat memeriksa perutku dengan alat USG. 

"Wah, pantas ini maboknya ekstrem dan parah banget, Bu. Ada yang "berantem" ini di dalam," katanya semringah.

"Hah? Maksudnya, Dok?" aku masih nge-lag.

"Ini janinnya ada dua... Selamat ya, Pak Bu, anaknya kembar..."

USG pertama saat tahu janinku kembar

Butuh beberapa saat aku terdiam dan memproses semua informasi itu. Perasaanku campur aduk. Ada kebingungan juga karena keterangan dokter sama sekali di luar dugaan. How can aku mengandung anak kembar tanpa punya gen-nya?

Namun kelegaan dan kehangatan luar biasa melimpah menjalari sekujur tubuh dan membanjiri jiwaku saat itu juga. Rasanya pengen teriak di sanq. INI ....INI LHO JAWABAN YANG AKU TUNGGU-TUNGGU TUH!!!

Aku lupa detail selanjutnya seperti apa, namun aku merasa beban berat yang menghimpitku berminggu-minggu di masa kehamilan (bahkan mungkin sekaligus ketakutanku atas anak "istimewa" selama bertahun-tahun) akhirnya terangkat. 

Aku bukannya langsung membaik fisiknya atau berkurang penderitaannya saat itu juga sih. Tidak ... bahkan episode kehamilanku selanjutnya hingga persalinan pun malah lebih parah. Tapi apa ya, di momen dokter memberi tahu bahwa janin yang kukandung adalah anak kembar, barulah aku merasakan sebuah "keadilan".

Aku akhirnya bisa menerima dan ikhlas kenapa badanku harus "seremek" itu, kenapa mabok-ku separah itu, kenapa harus sesakit dan semenderita itu.

Ya, karena aku mengandung dua anak sekaligus. Cukup fair rasanya kalau jatuhnya jadi dua kali lebih berat dijalani, bukan? Memang harus ada "harga" lebih yang harus dibayar untuk sebuah kebahagiaan ganda. 

Detik itu juga, pikiran untuk "membuang" janinku langsung sirna. Berganti dengan tekad luar biasa untuk mempertahankan dan memperjuangkan kehamilan ini sampai akhir. Setelah minta ampun pada Tuhan atas pikiran jahatku beberapa hari lalu, aku meminta maaf pula pada dua janin di rahimku. Aku meminta maaf karena mereka harus mendengar ucapan jahat dari mommy-nya ini. Aku tidak bisa membatalkan ucapan yang sudah terlanjur keluar, aku hanya bisa meminta maaf dan menyesal. Sebagai gantinya, aku berjanji akan melakukan apapun... literally apapun, demi mereka lahir dengan selamat di dunia. Semua perjuangan itu akan sepadan. Hey, dua bayi cuuuyyy!!!!

Tidak lupa, aku berterima kasih pada Nugi. Keputusannya yang tepat sebagai kepala keluarga di masa genting, telah menyelamatkan istri dan anak-anaknya. Aku sangat mengaguminya. Di tengah ketidaktahuan dan ketidakberdayaannya menghadapi krisis keluarga kami, dia memilih keputusan terbaik : bertanya dan menyerahkannya pada Sang Maha Tahu. 

Aku bilang pada Nugi, "Sudah, ga perlu dilanjut doa puasanya. Aku sudah tahu maksud Tuhan apa. Aku harus mempertahankan Sae dan kembarannya. Terima kasih sudah menyelamatkanku dari penyesalan seumur hidup. Aku akan berjuang sampai akhir, bahkan kalau harus kubayar dengan nyawaku."


Aya dan Sae, Kebaikan dan Keberuntungan dari Tuhan


Sejak awal hamil, aku memang sudah memutuskan bakal menamai anakku "Kisae". Sebuah nama unisex dari bahasa jawa "iki sae", yang berarti ini baik/bagus. Aku percaya kalau aku sampai di titik mau dan bisa punya anak, itu hanya karena kebaikan Tuhan semata. Aku percaya pemberian Tuhan adalah yang terbaik. Berhubung nama belakangnya sudah pasti Nugroho yang berarti anugerah Tuhan, maka Kisae Nugroho adalah "Ini anugerah Tuhan yang BAIK dan membawa keBAIKan bagi hidup kami."

Tapi berhubung Sae ternyata ada dua, PR kami pun bertambah untuk menamai kembarannya. Cukup pelik juga memilih nama yang serasi di antara jutaan nama berbagai bahasa di dunia. Maka akupun mempersempit pencarian dengan berfokus pada bahasa Jawa/Sansekerta saja, dan yang berawalan K.

Dan begitulah, kata Kamayangan di kamus sansekerta begitu menarik perhatianku. Artinya "untung besar/mendapat kebahagiaan besar". Bukan kah aku dan Nugi memang untung besar dan mendapat kebahagiaan besar telah dipercaya Tuhan atas dua anak sekaligus?

Ketika aku meminta approval Nugi untuk menamai kembaran Sae dengan Kamayangan, Nugi separuh setuju. Nama dan artinya bagus, namun menurutnya kepanjangan karena Nugi masih akan "menyumbang" nama tengahnya. Bhaiquelah, karena Kisae ada 3 suku kata, maka kembarannya kujadikan 3 suku kata juga: Kamaya. 

Kamaya Nugroho, anugerah Tuhan yang membuat kami berbahagia dan beruntung besar.



Aya dan Sae, Si Kembar yang Mengubah Hidupku


Aku sebetulnya ingin menulis detail kelahiran Aya Sae tepat setahun lalu yang juga penuh perjuangan. Namun khawatir tulisannya akan jadi terlalu panjang. Nanti soal ini akan aku ceritakan juga di postingan terpisah.

Hari ini, aku lebih ingin bercerita tentang bagaimana kehadiran Aya Sae telah mengubah hidupku sedemikian rupa. Bukan hanya mengubahku dari segi fisik, status atau peran dan tanggung jawab... lebih dari semua itu, Aya Sae telah mengubah caraku dalam memandang Tuhan.

Jadi aku tu sebetulnya sudah sangat paham kalau Tuhan itu adalah suatu Pribadi yang Maha Baik. Aku tahu Dia baik dan aku sudah sering mengalami kebaikan-Nya. Tapi sayangnya, aku malah lebih sering berprasangka buruk pada Sang Maha Baik itu. Misalnya ya itu tadi yang ketika sudah dapat feeling punya anak istimewa, ketimbang berpikir yang bagus-bagus malah mikir jelek sampai diteror oleh ketakutan sendiri belasan tahun. Nah, yang model begini ini cukup sering terjadi. Aku kerap merasa kadar hidupku terlalu pahit jadi sampai luput memikirkan fakta bahwa Tuhan itu akan selalu memberi yang terbaik. 

Selamat ulang tahun, Aya Sae



Tapi sekarang, sejak punya Aya Sae, aku belajar untuk tidak buru-buru berpikiran buruk pada Tuhan. Ketika hal buruk terjadi dan mulai muncul hasrat mikir jelek dan cuma bisa melihat potensi keburukan di segala situasi, tapi bayang Aya Sae singgah di pelupuk mata, aku bisa langsung berubah haluan. Aya dan Sae sudah jadi semacam reminder, bahwa kebaikan dan keberuntungan besar yang dari Tuhan sudah dan masih nyata di hidupku.

Belum berjalan semulus itu memang, kadang masih terseok dan lebih menang pikiran buruknya. Tapi setidaknya, dibanding dengan saat belum memiliki Aya Sae, sekarang aku merasa sudah berprogress. Kalaupun tidak selalu mampu mengucap syukur, aku sudah jauh lebih sabar untuk ga langsung terburu-buru mikir jelek ke Tuhan.

Aya Sae adalah si kembar yang mengubah hidupku. Dua makhluk ini membuatku yakin bahwa Tuhan sungguh baik dan sangat mengasihiku. Sekalipun aku bandel, sekalipun aku berdosa, sekalipun aku tak selalu hidup menuruti perintahNya.

Aya Sae adalah makhluk mungil yang mengajariku, bahwa kita itu berpikir jelek ke seama manusia saja tidak boleh, apalagi mikir jelek ke Tuhan.


Dear Aya Sae, gula jawa mommy.
Terima kasih telah hadir di dunia ini. Terima kasih sudah memilih mommy dan bapak, manusia yang banyak kekurangan ini sebagai orang tua kalian.

Mommy memang sempat ingin menyerah pada kalian, mommy minta maaf atas hal itu. Mommy bersalah. Mommy berjanji hal itu nggak akan terjadi lagi sampai kapan pun. Saat ini, kalian berdua adalah separuh hidup mommy.

Mommy tidak bisa menjamin apapun untuk apa yang terjadi di masa depan kita. Tapi mari, kita sama-sama belajar untuk tidak berpikir buruk lagi pada Tuhan. Sebaliknya, mari kita belajar untuk menyerahkan segala hal yang kita ga tahu kepada Dia Yang Maha Tahu.

Aya, Sae.
Selamat ulang tahun, Nak. 
Terima kasih untuk satu tahun penuh berkat dan sukacita Tuhan yang hadir bersama senyum, tawa dan tangis kalian.

Mommy dan bapak masih ingin menghabiskan banyak tahun dan tahun lagi di masa depan bersama kalian. 

Love, mommy.









5 komentar:

  1. Hari-hari perjuangan itu masih sangat lekat di ingatanku, mommy. Aku masih ingat, aku memboncengkanmu yang sudah sangat lemas ke RS karena hyperemesis gravidarum. Sepanjang jalan aku cemas kamu akan ambruk di jalan.

    Terima kasih untuk 1 tahun 9 bulan sebagai ibu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semuanya sepadan 🥰🥰

      1 tahun 8 bulan 🤭

      Selamat setahun menjadi bapak juga yaa

      Hapus
  2. Walau jauh, tapi ikut jadi "saksi" perjuangan ini. Alhamdulillah udah terlewati. Aya dan Sae pun tumbuh dengan baik dan sehat yeay.

    BalasHapus
  3. Aku terharu bacanya ☺🤗🤗. Kebayang semua awal2 yg berat banget pasti, membawa 2 janin bayi, tapi kalian hebat. Tuhan tahu kalian mampu merawat aya sae, krn itu dititipkannya kepada kalian berdua ☺.

    Semoga aya sae tumbuh menjadi anak2 yg selalu ceria, memberi kegembiaraan untuk semua orang2 disekitarnya. sehat2 ya nak .. 🤗🩷

    BalasHapus

Baca juga

Mimpi 15.529 Km

Tulisan ini dibuat dengan rasa rindu yang sangat, pada sosok manusia paling kontradiktif yang pernah kukenal : Papa. Mimpi 15.529 km | kuc...